BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 25 (4) Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa kompetensi lulusan
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Ini berarti bahwa pembelajaran
dan penilaian harus mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan
dengan ranah afektif (sikap), kognitif (pengetahuan), dan psikomotor (keterampilan).
Pada umumnya penilaian yang dilakukan oleh
pendidik lebih menekankan pada penilaian ranah kognitif. Hal ini kemungkinan
besar disebabkan karena pendidik kurang memahami penilaian ranah afektif dan
psikomotor. Oleh karena itu perlu adanya acuan untuk mengembangkan perangkat penilaian psikomotor.
B. Tujuan
Pengembangan perangkat penilaian psikomotor ini disusun dengan
tujuan agar guru:
1.
memiliki kesamaan pemahaman mengenai penilaian psikomotor;
2.
mampu mengembangkan perangkat penilaian psikomotor.
C.
Ruang Lingkup
Pengembangan perangkat penilaian psikomotor ini membahas tentang penilaian
psikomotor, pengembangan instrumen penilaian psikomotor dan pedoman
penskorannya, serta pelaporan hasil penilaian psikomotor.
BAB II
PENILAIAN
PSIKOMOTOR
A. Pengertian
Psikomotor
Hasil belajar peserta didik dapat dikelompokkan menjadi tiga
ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain
secara eksplisit. Apapun mata pelajarannya selalu mengandung tiga ranah itu,
namun penekanannya berbeda. Mata pelajaran yang menuntut kemampuan
praktik lebih menitik beratkan pada ranah psikomotor sedangkan mata pelajaran
yang menuntut kemampuan teori lebih menitik beratkan pada ranah kognitif, dan
keduanya selalu mengandung ranah afektif.
Ranah kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir, termasuk
di dalamnya kemampuan menghafal, memahami, menerapkan, menganalisis,
mensintesis, dan mengevaluasi. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Ranah psikomotor adalah ranah yang
berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari,
memukul, dan sebagainya.
Berkaitan dengan psikomotor, Bloom (1979) berpendapat bahwa
ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui
keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Singer (1972) menambahkan
bahwa mata pelajaran yang berkaitan dengan psikomotor adalah mata pelajaran
yang lebih beorientasi pada gerakan dan menekankan pada reaksi–reaksi fisik dan
keterampilan tangan. Keterampilan itu sendiri menunjukkan tingkat keahlian seseorang
dalam suatu tugas atau sekumpulan tugas tertentu.
Menurut Mardapi (2003), keterampilan psikomotor ada enam tahap,
yaitu: gerakan refleks, gerakan dasar, kemampuan perseptual, gerakan fisik,
gerakan terampil, dan komunikasi nondiskursif. Gerakan refleks adalah respons
motorik atau gerak tanpa sadar yang muncul ketika bayi lahir. Gerakan dasar
adalah gerakan yang mengarah pada keterampilan komplek yang khusus. Kemampuan
perseptual adalah kombinasi kemampuan kognitif
dan motorik atau gerak. Kemampuan fisik adalah kemampuan untuk
mengembangkan gerakan terampil. Gerakan terampil adalah gerakan yang memerlukan
belajar, seperti keterampilan dalam olah raga. Komunikasi nondiskursif adalah
kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan gerakan.
Buttler (1972) membagi hasil belajar psikomotor menjadi tiga,
yaitu: specific responding, motor chaining, rule using. Pada tingkat specific
responding peserta didik mampu merespons hal-hal yang sifatnya fisik, (yang
dapat didengar, dilihat, atau diraba), atau melakukan keterampilan yang
sifatnya tunggal, misalnya memegang raket, memegang bed untuk tenis meja. Pada motor
chaining peserta didik sudah mampu menggabungkan lebih dari dua
keterampilan dasar menjadi satu keterampilan gabungan, misalnya memukul bola,
menggergaji, menggunakan jangka sorong, dll. Pada tingkat rule using peserta
didik sudah dapat menggunakan pengalamannya untuk melakukan keterampilan yang
komplek, misalnya bagaimana memukul bola secara tepat agar dengan tenaga yang
sama hasilnya lebih baik.
Dave (1967) dalam penjelasannya mengatakan bahwa hasil belajar
psikomotor dapat dibedakan menjadi lima tahap, yaitu: imitasi, manipulasi,
presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Imitasi adalah kemampuan melakukan
kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau
diperhatikan sebelumnya. Contohnya, seorang peserta didik dapat memukul bola
dengan tepat karena pernah melihat atau memperhatikan hal yang sama sebelumnya.
Manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihat
tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja. Sebagai contoh, seorang peserta
didik dapat memukul bola dengan tepat hanya berdasarkan pada petunjuk guru atau
teori yang dibacanya. Kemampuan tingkat presisi adalah kemampuan melakukan
kegiatan-kegiatan yang akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang tepat.
Contoh, peserta didik dapat mengarahkan bola yang dipukulnya sesuai dengan
target yang diinginkan. Kemampuan pada tingkat artikulasi adalah kemampuan
melakukan kegiatan yang komplek dan tepat sehingga hasil kerjanya merupakan
sesuatu yang utuh. Sebagai contoh, peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan cermat sehingga arah bola sesuai
dengan target yang diinginkan. Dalam hal ini, peserta didik sudah dapat
melakukan tiga kegiatan yang tepat, yaitu lari dengan arah dan kecepatan tepat
serta memukul bola dengan arah yang tepat pula. Kemampuan pada tingkat naturalisasi
adalah kemampuan melakukan kegiatan secara reflek, yakni kegiatan yang
melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi. Sebagai contoh tanpa
berpikir panjang peserta didik dapat mengejar bola kemudian memukulnya dengan
cermat sehingga arah bola sesuai dengan target yang diinginkan.
Untuk jenjang Pendidikan SMA, mata pelajaran yang banyak
berhubungan dengan ranah psikomotor adalah pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan, seni budaya, fisika, kimia, biologi, dan keterampilan. Dengan kata
lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotor adalah
praktik di aula/lapangan dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan
praktik itu juga ada ranah kognitif dan afektifnya, namun hanya sedikit bila
dibandingkan dengan ranah psikomotor.
B. Pembelajaran Psikomotor
Menurut Ebel (1972), ada kaitan erat antara tujuan yang akan
dicapai, metode pembelajaran, dan evaluasi yang akan dilaksanakan. Oleh karena
ada perbedaan titik berat tujuan pembelajaran psikomotor dan kognitif maka
strategi pembelajarannya juga berbeda. Menurut Mills (1977), pembelajaran
keterampilan akan efektif bila dilakukan dengan menggunakan prinsip belajar
sambil mengerjakan (learning by doing).
Leighbody (1968) menjelaskan bahwa keterampilan yang dilatih melalui
praktik secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan atau otomatis dilakukan.
Sementara itu Goetz (1981) dalam penelitiannya melaporkan bahwa latihan yang
dilakukan berulang-ulang akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada
pemahiran keterampilan. Lebih lanjut dalam penelitian itu dilaporkan bahwa
pengulangan saja tidak cukup menghasilkan prestasi belajar yang tinggi, namun
diperlukan umpan balik yang relevan yang berfungsi untuk memantapkan kebiasaan.
Sekali berkembang maka kebiasaan itu tidak
pernah mati atau hilang.
Sementara itu, Gagne (1977) berpendapat
bahwa kondisi yang dapat mengoptimalkan hasil belajar keterampilan ada dua
macam, yaitu kondisi internal dan eksternal. Untuk kondisi internal dapat
dilakukan dengan cara (a) mengingatkan
kembali bagian dari keterampilan yang sudah dipelajari, dan (b) mengingatkan
prosedur atau langkah-langkah gerakan yang telah dikuasai. Sementara itu untuk
kondisi eksternal dapat dilakukan dengan
(a) instruksi verbal, (b) gambar, (c) demonstrasi, (d) praktik, dan (e)
umpan balik.
Dalam melatihkan kemampuan psikomotor atau
keterampilan gerak ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar pembelajaran
mampu membuahkan hasil yang optimal. Mills (1977) menjelaskan bahwa
langkah-langkah dalam mengajar praktik adalah (a) menentukan tujuan dalam bentuk perbuatan, (b) menganalisis keterampilan
secara rinci dan berutan, (c) mendemonstrasikan keterampilan disertai
dengan penjelasan singkat dengan memberikan perhatian pada butir-butir kunci
termasuk kompetensi kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan bagian-bagian
yang sukar, (d) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba melakukan
praktik dengan pengawasan dan bimbingan, (e) memberikan penilaian terhadap
usaha peserta didik.
Edwardes (1981) menjelaskan bahwa proses pembelajaran
praktik mencakup tiga tahap, yaitu (a) penyajian dari pendidik, (b) kegiatan
praktik peserta didik, dan (c) penilaian hasil kerja peserta didik. Guru harus menjelaskan kepada peserta didik kompetensi
kunci yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tertentu. Kompetensi kunci
adalah kemampuan utama yang harus dimiliki seseorang agar tugas atau pekerjaan
dapat diselesaikan dengan cara benar dan hasilnya optimal. Sebagai contoh,
dalam memukul bola, kompetensi kuncinya
adalah kemampuan peserta didik menempatkan bola
pada titik ayun. Dengan cara ini, tenaga yang dikeluarkan
hanya sedikit namun hasilnya optimal. Contoh lain, dalam mengendorkan mur dari
bautnya, kompetensi kuncinya adalah kemampuan peserta didik memegang kunci pas
secara tepat yakni di ujung kunci. Dengan cara ini tenaga yang dikeluarkan
untuk mengendorkan mur jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan pengendoran
mur dengan cara memegang kunci pas yang tidak tepat.
Dalam
proses pembelajaran keterampilan, keselamatan kerja tidak boleh dikesampingkan,
baik bagi peserta didik, bahan, maupun alat. Leighbody (1968) menjelaskan bahwa
keselamatan kerja tidak dapat dipisahkan dari proses pembelajaran psikomotor. Guru
harus menjelaskan keselamatan kerja kepada
peserta didik dengan sejelas-jelasnya. Oleh karena kompetensi kunci dan
keselamatan kerja merupakan dua hal penting dalam pembelajaran keterampilan,
maka dalam penilaian kedua hal itu harus mendapatkan porsi yang tinggi.
C. Penilaian
Hasil Belajar Psikomotor
Ada beberapa ahli
yang menjelaskan cara menilai hasil belajar psikomotor. Ryan (1980) menjelaskan
bahwa hasil belajar keterampilan dapat diukur melalui (1) pengamatan langsung dan
penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik
berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan
tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap,
(3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan
kerjanya. Sementara itu Leighbody (1968) berpendapat bahwa penilaian hasil
belajar psikomotor mencakup: (1) kemampuan menggunakan alat dan sikap kerja,
(2) kemampuan menganalisis suatu pekerjaan dan menyusun urut-urutan pengerjaan,
(3) kecepatan mengerjakan tugas, (4) kemampuan membaca gambar dan atau simbol,
(5) keserasian bentuk dengan yang diharapkan dan atau ukuran yang telah
ditentukan.
Dari penjelasan di atas dapat dirangkum bahwa dalam penilaian
hasil belajar psikomotor atau keterampilan harus mencakup persiapan, proses,
dan produk. Penilaian dapat dilakukan pada saat proses berlangsung yaitu pada
waktu peserta didik melakukan praktik, atau sesudah proses berlangsung dengan
cara mengetes peserta didik.
BAB III
PENGEMBANGAN PERANGKAT
PENILAIAN PSIKOMOTOR
A. Jenis
Perangkat Penilaian Psikomotor
Untuk melakukan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor, ada
dua hal yang perlu dilakukan oleh pendidik, yaitu membuat soal dan membuat perangkat/
instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik. Soal untuk hasil belajar
ranah psikomotor dapat berupa lembar kerja, lembar tugas, perintah kerja, dan
lembar eksperimen. Instrumen untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat
berupa lembar observasi atau portofolio.
Lembar observasi adalah lembar yang digunakan untuk
mengobservasi keberadaan suatu benda atau kemunculan aspek-aspek keterampilan
yang diamati. Lembar observasi dapat berbentuk
daftar periksa/check list atau skala penilaian (rating scale). Daftar periksa berupa daftar pertanyaan atau
pernyataan yang jawabannya tinggal memberi check (centang) pada jawaban
yang sesuai dengan aspek yang diamati. Skala penilaian adalah lembar yang
digunakan untuk menilai unjuk kerja peserta
didik atau menilai kualitas pelaksanaan aspek-aspek keterampilan yang diamati
dengan skala tertentu, misalnya skala 1 - 5. Portofolio adalah kumpulan pekerjaan
peserta didik yang teratur dan berkesinambungan sehingga peningkatan kemampuan peserta
didik dapat diketahui untuk menuju satu kompetensi tertentu.
B. Konstruksi
Instrumen
Sama halnya dengan soal ranah kognitif, soal untuk penilaian ranah
psikomotor juga harus mengacu pada standar kompetensi yang sudah dijabarkan
menjadi kompetensi dasar. Setiap butir standar kompetensi dijabarkan minimal menjadi
2 kompetensi dasar, setiap butir kompetensi dasar dapat dijabarkan menjadi 2 indikator
atau lebih, dan setiap indikator harus dapat dibuat butir soalnya. Indikator untuk soal psikomotor dapat
mencakup lebih dari satu kata kerja operasional.
Selanjutnya, untuk menilai hasil belajar peserta
didik pada soal ranah psikomotor perlu
disiapkan lembar daftar periksa observasi, skala penilaian, atau portofolio. Tidak ada perbedaan
mendasar antara konstruksi daftar periksa observasi dengan skala penilaian. Penyusunan kedua instrumen itu harus mengacu pada soal atau
lembar perintah/lembar kerja/lembar tugas yang diberikan kepada peserta didik. Berdasarkan
pada soal atau lembar perintah/lembar tugas dibuat daftar periksa observasi
atau skala penilaian. Pada umumnya, baik daftar periksa observasi maupun skala
penilaian terdiri atas tiga bagian, yaitu: (1) persiapan, (2) pelaksanaan, dan
(3) hasil.
C. Penyusunan Rancangan Penilaian
Sebaiknya guru merancang secara tertulis
sistem penilaian yang akan dilakukan selama satu semester. Rancangan penilaian
ini sifatnya terbuka, sehingga peserta didik, guru lain, dan kepala sekolah dapat
melihatmya.
Langkah-langkah penulisan rancangan
penilaian adalah:
1.
Mencermati silabus yang sudah ada
2.
Menyusun rancangan sistem penilaian berdasarkan silabus
yang telah disusun
Selanjutnya, rancangan penilaian ini diinformasikan kepada peserta
didik pada awal semester. Dengan demikian sistem penilaian yang dilakukan guru
semakin sempurna atau semakin memenuhi prinsip – prinsip penilaian.
D. Penyusunan
Kisi-kisi
Kisi-kisi merupakan matriks yang berisi spesifikasi soal-soal
yang akan dibuat. Kisi-kisi merupakan acuan bagi penulis soal, sehingga
siapapun yang menulis soal akan menghasilkan soal yang isi dan tingkat
kesulitannya relatif sama. Contoh kisi-kisi soal ranah psikomotor adalah
sebagai berikut.
CONTOH KISI-KISI
PENILAIAN
Jenis Sekolah : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
Jenis Tagihan : Ulangan Harian
Jumlah Soal/Waktu : 1/30 menit
Standar
Kompetensi : 1. Mempraktikkan berbagai keterampilan permainan olahraga
dalam bentuk sederhana dan nilai-nilai
yang terkandung di dalamnya
Kompetensi Dasar
|
Bahan kelas/Sem
|
Materi Pembelajaran
|
Indikator
|
Bentuk soal
|
Nomor soal
|
1.3 Mempraktikkan keterampilan atletik dengan
menggunakan peraturan yang dimodifikasi serta nilai kerjasama, kejujuran, menghargai, semangat, dan percaya diri
|
X / 1
|
Lari cepat 100 meter
|
Mendemons-trasikan
lari cepat dengan teknik yang benar
|
Tes perbuatan
|
1
|
E. Penyusunan Instrumen Penilaian Psikomotor
Instrumen Penilaian psikomotor terdiri atas soal atau perintah dan pedoman penskoran untuk menilai unjuk kerja peserta didik dalam melakukan perintah/soal tersebut.
1. Penyusunan soal
Langkah pertama yang harus dilakukan
oleh penulis soal ranah psikomotor adalah mencermati kisi-kisi instrumen yang telah
dibuat. Soal harus dijabarkan dari indikator dengan memperhatikan materi pembelajaran.
Pada contoh kisi-kisi di atas, dapat dibuat soal sebagai berikut:
”Demonstrasikan/lakukan lari cepat 100 meter dengan
teknik yang benar. Perhatikan posisi mulai, teknik mulai, teknik lari, dan
teknik memasuki garis finish”.
Soal ranah psikomotor untuk ulangan tengah semester dan
akhir semester yang biasanya sudah mencapai tingkat psikomotor manipulasi,
mencakup beberapa indikator.
2. Pedoman penskoran
Pedoman penskoran dapat berupa daftar periksa observasi atau
skala penilaian yang harus mengacu pada soal. Soal/lembar tugas/perintah kerja
ini selanjutnya dijabarkan menjadi aspek-aspek keterampilan yang diamati. Untuk
soal dari contoh kisi-kisi di atas, cara menuliskan daftar periksa observasi
atau skal penilaiannya sebagai berikut.
a.
Mencermati soal (dalam hal ini lari cepat 100 m)
b.
Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan kunci dalam
lari 100 m; dalam hal ini aspek –aspek keterampilan kunci itu adalah : (1)
posisi mulai (starting position), (2)
teknik mulai (starting action), (3) teknik lari (sprinting action), dan (4) teknik
memasuki garis finish (finishing action).
c.
Mengidentifikasi aspek-aspek keterampilan dari setiap aspek
keterampilan kunci (dalam hal ini aspek keterampilan kunci posisi mulai/starting position dirinci menjadi aspek keterampilan
memposisikan kaki, tangan, badan, pandangan mata, dan posisi tungkai pada saat
aba-aba “siap”).
d.
Menentukan jenis instrumen untuk mengamati kemampuan peserta
didik, apakah daftar periksa observasi atau skala penilaian
e.
Menuliskan aspek-aspek keterampilan dalam bentuk
pertanyaan/ pernyataan ke dalam tabel
f.
Membaca kembali skala penilaian atau daftar periksa
observasi untuk meyakinkan bahwa instrumen yang ditulisnya sudah tepat
g.
Meminta orang lain untuk membaca atau menelaah instrumen
yang telah ditulis untuk meyakinkan bahwa instrumen itu mudah dipahami oleh
orang lain.
Langkah (f) adalah upaya penulis agar instrumen memiliki
validitas isi tinggi, sedangkan langkah (g) adalah upaya penulis agar instrumen
memiliki reliabilitas tinggi.
BAB IV
PENILAIAN RANAH PSIKOMOTOR
Tidak
jauh berbeda dengan penilaian ranah kognitif, penilaian ranah psikomotor juga
dimulai dengan pengukuran hasil belajar peserta didik. Perbedaan di antara
keduanya adalah pengukuran hasil belajar ranah kognitif umumnya dilakukan
dengan tes tertulis, sedangkan pengukuran hasil belajar ranah psikomotor menggunakan tes unjuk kerja atau tes
perbuatan.
A. Kriteria (Rubrics)
Kriteria
atau rubrik adalah pedoman penilaian kinerja atau hasil kerja peserta didik.
Dengan adanya kriteria, penilaian yang subjektif atau tidak adil dapat
dihindari atau paling tidak dikurangi, guru menjadi lebih mudah menilai
prestasi yang dapat dicapai peserta didik, dan peserta didik pun akan terdorong
untuk mencapai prestasi sebaik-baiknya karena kriteria penilaiannya jelas.
Rubrik
terdiri atas dua hal yang saling berhubungan. Hal pertama adalah skor dan hal lainnya adalah kriteria yang harus
dipenuhi untuk mencapai skor itu. Banyak sedikitnya gradasi skor (misal 5, 4,
3, 2, 1) tergantung pada jenis skala penilaian yang digunakan dan hakikat
kinerja yang akan dinilai. Contoh rubrik dan penggunaannya pada lembar skala
penilaian sebagai berikut.
Berilah
centang (Ö) di bawah skor 5 bila Anda anggap cara
melakukan aspek keterampilan sangat tepat, skor 4 bila tepat, 3 bila agak
tepat, 2 bila tidak tepat, dan skor 1 bila sangat tidak tepat untuk
setiap aspek keterampilan di bawah ini!
|
â
|
kriteria (rubrik)
|
Nomor
Butir
|
Aspek Keterampilan
|
Skor
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
||
Starting Position
|
||||||
01
|
Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di
depan ujung kaki lainnya
|
|||||
02
|
Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat
jari agak rapat mengarah ke samping luar.
|
|||||
03
|
Waktu jonkok posisi punggung segaris
dengan kepala
|
|||||
04
|
Pandangan kira-kira
1 meter di depan garis start
|
|||||
05
|
Waktu aba-aba siap,
posisi tungkai depan ± 90° dan tungkai belakang 100°-120°
|
|||||
Starting Action
|
||||||
06
|
………………………………………………
|
|||||
07
|
………………………………………………
|
|||||
08.
|
………………………………………………
|
|||||
09.
|
………………………………………………
|
|||||
10
|
………………………………………………
|
Tampak dalam skala penilaian di atas bahwa penilai harus
bekerja keras untuk menilai apakah aspek keterampilan yang muncul itu sangat
tepat sehingga harus diberi skor 5, atau agak tepat sehingga skornya 3. Oleh
karena itu, dalam menggunakan skala penilaian ini harus dilakukan secermat
mungkin agar skor yang didapat menunjukkan kemampuan peserta didik yang
sebenarnya.
Sedikit berbeda dengan skala penilaian, skor yang ada di lembar
daftar periksa observasi tidak banyak bervariasi, biasanya hanya dua pilihan,
yaitu: ada atau “ya” dengan skor 1 dan “tidak” dengan skor 0. Kriteria
(rubrik) dan penggunaannya pada datar
periksa observasi dapat dilihat pada contoh berikut.
Berilah
centang (√) di bawah kata “ya” bila aspek keterampilan yang dinyatakan itu muncul
dan benar, dan berilah centang di bawah kata “tidak” bila aspek keterampilan
itu muncul tetapi tidak benar atau
aspek itu tidak muncul sama sekali. Kata “ya” diberi skor 1, dan kata “tidak” diberi skor 0.
|
â
|
kriteria (rubrik)
|
Nomor
Butir
|
Aspek keterampilan
|
Jawaban
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
Starting Position
|
|||
01
|
Waktu jongkok lutut kaki belakang ada di
depan ujung kaki lainnya
|
||
02
|
Kedua tangan di tanah, siku lurus, empat
jari agak rapat mengarah ke samping luar.
|
||
03
|
Waktu jonkok posisi punggung segaris
dengan kepala
|
||
04
|
Pandangan kira-kira
1 meter di depan garis start
|
||
05
|
Waktu aba-aba siap,
posisi tungkai depan ± 90° dan tungkai belakang 100°-120°
|
||
Starting action
|
|||
06
|
……………………………………
|
||
07
|
……………………………………
|
B. Penskoran dan Interpretasi Hasil Penilaian
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam melakukan
penskoran adalah ada atau tidak adanya perbedaan bobot tiap-tiap aspek
keterampilan yang ada dalam skala penilaian atau daftar periksa observasi.
Apabila tidak ada perbedaan bobot maka penskorannya lebih mudah. Skor akhir
sama dengan jumlah skor tiap-tiap butir penilaian.
Selanjutnya untuk menginterpretasikan, hasil yang dicapai
dibandingkan dengan acuan atau kriteria. Oleh karena pembelajaran ini
menggunakan pendekatan belajar tuntas dan berbasis kompetensi maka acuan yang
digunakan untuk menginterpretasikan hasil penilaian kinerja dan hasil kerja peserta
didik adalah acuan kriteria.
Untuk contoh lembar penilaian “Lari cepat 100 meter” yang butirnya ada 20 dengan rentang skor tiap butir 1 sampai dengan 5,
maka skor minimalnya 20 dan skor
maksimalnya 100. Ini berarti bahwa peserta didik yang mendapat skor 20 diartikan gagal total, sedangkan peserta
didik yang mendapat skor 100 diartikan
berhasil secara sempurna. Sebagai contoh perhatikan tabel dan penjelasan berikut.
NO
|
PERNYATAAN
|
SKOR HASIL
PENILAIAN
|
SKOR BUTIR
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
1
2
3
4
5
|
Starting Position
Posisi lutut waktu
jongkok
Posisi tangan
waktu jongkok
Posisi punggung
waktu jongkok
Pandangan mata
saat start
Posisi tungkai saat aba-aba siap
|
X
|
X
X
|
X
X
|
2
3
4
2
3
|
||
6
7
8
9
10
|
Starting action
Gerakan
kaki dan tangan saat mulai lari
Posisi
lutut saat kaki kiri menolak pada waktu lari dimulai
Kecepatan gerakan
kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan
Jangkauan ayunan
dan ketinggian kaki kanan
Posisi lutut saat kaki kanan mendarat
di tanah
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
4
5
1
2
3
|
11
12
13
14
15
|
Sprinting action
Keadaan
lutut kaki belakang saat menolak ke depan
Keadaan telapak
kaki saat kaki depan menapak ke tanah
Sumber ayunan
lengan saat lari
Posisi siku saat
lari
Posisi
badan saat lari
|
X
X
|
X
X
|
X
|
3
2
3
5
5
|
||
16
17
18
19
20
|
Finishing Action
Gerakan
kaki saat masuk finish
Pandangan
mata saat masuk finish
Kecepatan
saat masuk finish
Posisi
badan saat masuk finish
Kecepatan lari setelah masuk finish
|
X
|
X
X
X
|
X
|
4
4
4
3
5
|
||
JUMLAH
|
67
|
Apabila ditetapkan batas kelulusan 75% dari skor maksimal maka peserta
didik yang mendapat skor 75 ke atas dikatakan lulus sedangkan peserta didik
yang mendapat skor kurang dari 75 diharuskan mengikuti program remedial. Dalam
contoh ini, karena skor yang dicapai peserta didik adalah 67, maka peserta
didik itu masih perlu remedi.
Apabila tiap-tiap aspek keterampilan tidak sama bobotnya, maka
skor akhir yang dicapai peserta didik sama dengan jumlah skor tiap-tiap butir
yang sudah ditentukan bobotnya. Skor tiap-tiap butir sama dengan skor yang
dicapai dibagi banyaknya pilihan jawaban kemudian dikalikan dengan bobot
masing-masing butir.
Pada contoh lembar penilaian
“Lari cepat 100 meter” dengan bobot untuk kelompok starting position
= 25%, starting action = 25%, sprinting action = 30%, dan
kelompok finishing action 20% dari skor maksimal, bobot tiap-tiap butir
sama dengan bobot kelompok itu dibagi dengan jumlah butir, jadi bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek
keterampilan starting position adalah 5%, starting action = 5%, sprinting
action = 6%, dan finishing action 4% dari skor maksimal. Oleh karena
skor maksimalnya 100 maka bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek
keterampilan starting position adalah 5, starting action = 5, sprinting
action = 6, dan finishing action 4. Dengan demikian, skor tiap-tiap
butir yang sudah ditentukan bobotnya sama
dengan skor butir sebelum ditentukan bobotnya dibagi banyaknya pilihan
jawaban dikalikan bobot tiap-tiap butir. Misal: untuk butir nomor 1 dari contoh
di atas, skor butir yang sudah ditentukan bobotnya = (2/5) x 5 = 2. Secara
lengkap, untuk contoh di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut.
Skor butir =
NO
|
PERNYATAAN
|
SKOR HASIL
PENILAIAN
|
SKOR BUTIR
|
||||
5
|
4
|
3
|
2
|
1
|
|||
1
2
3
4
5
|
Starting Position (bobot 25%)
Posisi
lutut waktu jongkok
Posisi
tangan waktu jongkok
Posisi punggung waktu
jongkok
Pandangan mata
saat start
Posisi tungkai saat aba-aba siap
|
X
|
X
X
|
X
X
|
2
3
4
2
3
|
||
6
7
8
9
10
|
Starting action (bobot 25%)
Gerakan kaki dan
tangan saat mulai lari
Posisi lutut saat
kaki kiri menolak pada waktu lari dimulai
Kecepatan gerakan
kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan
Jangkauan ayunan
dan ketinggian kaki kanan
Posisi lutut saat kaki kanan mendarat
di tanah
|
X
|
X
|
X
|
X
|
X
|
4
5
1
2
3
|
11
12
13
14
15
|
Sprinting action (bobot 30%)
Keadaan
lutut kaki belakang saat menolak ke depan
Keadaan telapak
kaki saat kaki depan menapak ke tanah
Sumber ayunan
lengan saat lari
Posisi siku saat
lari
Posisi
badan saat lari
|
X
X
|
X
X
|
X
|
3,6
2,4
3,6
6
6
|
||
16
17
18
19
20
|
Finishing Action (bobot 20%)
Gerakan kaki
saat masuk finish
Pandangan mata
saat masuk finish
Kecepatan saat
masuk finish
Posisi badan saat
masuk finish
Kecepatan pelari setelah masuk finish
|
X
|
X
X
X
|
X
|
3,2
3,2
3,2
2,2
4
|
||
JUMLAH
|
67,6
|
Ternyata ada perbedaan sedikit antara jumlah skor yang
menggunakan bobot dan jumlah skor yang tidak menggunakan bobot. Jumlah skor
setelah memperhatikan bobot adalah 67,6. Selanjutnya, apabila batas kelulusan
itu 75 maka peserta didik ini dikategorikan belum lulus.
Daftar periksa observasi yang bobot tiap-tiap aspek
keterampilannya sama, penskorannya lebih
mudah. Untuk contoh daftar periksa observasi
“Lari cepat 100 meter” yang butirnya 20 dengan skor tiap-tiap butir 1
untuk jawaban “ya” dan 0 untuk jawaban
“tidak” maka skor minimalnya 0 dan skor maksimalnya 20. Ini berarti bahwa peserta didik yang
mendapat skor 0 diartikan gagal total, sedangkan peserta didik yang mendapat
skor 20 diartikan berhasil secara sempurna.
Khusus untuk contoh di atas, apabila rentang skor yang
digunakan 0 sampai dengan 100 maka skor akhir yang diperoleh peserta didik dikalikan
dengan 5, yaitu angka konversi dari skor maksimal 20 menjadi skor maksimal 100.
Sebagai contoh perhatikan penjelasan berikut.
No
|
Aspek Keterampilan
|
Hasil Observasi
|
Skor
Butir
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
01
02
03
04
05
|
Starting Position
Posisi lutut waktu
jongkok
Posisi tangan waktu
jongkok
Posisi punggung
waktu jongkok
Pandangan mata saat
start
Posisi tungkai saat
aba-aba siap
|
X
X
X
X
|
X
|
0
1
1
1
1
|
06
07
08
09
10
|
Starting action
Gerakan kaki dan tangan saat mulai lari
Posisi lutut saat kaki kiri menolak pada
waktu lari dimulai
Kecepatan gerakan
kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan
Jangkauan ayunan
dan ketinggian kaki kanan
Posisi lutut saat
kaki kanan mendarat di tanah
|
X
X
X
|
X
X
|
1
0
0
1
1
|
11
12
13
14
15
|
Sprinting action
Keadaan lutut kaki belakang saat menolak
ke depan
Keadaan telapak
kaki saat kaki depan menapak ke tanah
Sumber ayunan
lengan saat lari
Posisi siku saat
lari
Posisi badan saat
lari
|
X
X
X
|
X
X
|
0
1
0
1
1
|
16
17
18
19
20
|
Finishing Action
Gerakan kaki saat
masuk finish
Pandangan mata saat
masuk finish
Kecepatan saat
masuk finish
Posisi badan saat
masuk finish
Kecepatan
pelari setelah masuk finish
|
X
X
X
|
X
X
|
0
1
0
1
1
|
JUMLAH
|
13
|
Jumlah skor hasil pengamatan = 13. Jika digunakan rentang
skor 0 sampai dengan 100, maka skor yang diperoleh peserta didik itu adalah 13
x 5 = 65. Selanjutnya, apabila batas
kelulusan 75 maka peserta didik ini dikategorikan belum lulus.
Sedikit berbeda apabila tiap-tiap
aspek keterampilan itu tidak sama bobotnya. Skor akhir yang dicapai peserta didik sama dengan jumlah
skor tiap-tiap butir yang sudah ditentukan bobotnya, sedangkan skor tiap-tiap
butir yang sudah ditentukan bobotnya sama dengan skor tiap-tiap butir yang
belum ditentukan bobotnya dikalikan dengan bobot masing-masing butir.
Untuk contoh daftar periksa observasi “Lari cepat 100
meter” dengan bobot starting position = 25%, starting action =
25%, sprinting action = 30%, dan finishing action 20% dari skor
maksimal, bobot tiap-tiap butir sama dengan bobot kelompok itu dibagi dengan
jumlah butir, sehingga bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek keterampilan starting
position adalah 5%, starting action = 5%, sprinting action =
6%, dan finishing action 4% dari skor maksimal. Oleh karena skor maksimalnya
sama dengan 20 maka bobot tiap-tiap butir dalam kelompok aspek keterampilan starting
position adalah 1 (yaitu : 5/100 x 20 = 1), starting action = 1, sprinting
action = 1,2, dan finishing action 0,8. Untuk jelasnya perhatikan
penjelasan berikut.
No
|
Aspek Keterampilan
|
Hasil Observasi
|
Skor
Butir
|
|
Ya
|
Tidak
|
|||
01
02
03
04
05
|
Starting Position
Posisi lutut waktu
jongkok
Posisi tangan waktu
jongkok
Posisi punggung
waktu jongkok
Pandangan mata saat
start
Posisi tungkai saat
aba-aba siap
|
X
X
X
X
|
X
|
0
1
1
1
1
|
06
07
08
09
10
|
Starting action
Gerakan kaki dan tangan saat mulai lari
Posisi lutut saat kaki kiri menolak pada
waktu lari dimulai
Kecepatan gerakan
kaki kanan setelah kaki kiri digerakkan
Jangkauan ayunan
dan ketinggian kaki kanan
Posisi lutut saat
kaki kanan mendarat di tanah
|
X
X
X
|
X
X
|
1
0
0
1
1
|
11
12
13
14
15
|
Sprinting action
Keadaan lutut kaki belakang saat menolak
ke depan
Keadaan telapak
kaki saat kaki depan menapak ke tanah
Sumber ayunan
lengan saat lari
Posisi siku saat
lari
Posisi badan saat
lari
|
X
X
X
|
X
X
|
0
1,2
0
1,2
1,2
|
16
17
18
19
20
|
Finishing Action
Gerakan kaki saat masuk finish
Pandangan mata saat masuk finish
Kecepatan saat masuk finish
Posisi badan saat masuk finish
Kecepatan pelari setelah masuk finish
|
X
X
X
|
X
X
|
0
0,8
0
0,8
0,8
|
JUMLAH
|
13
|
Ternyata jumlah skor setelah memperhitungkan bobot juga =
13. Bila digunakan rentang skor 0 sampai
dengan 100, maka skor yang diperoleh peserta didik itu adalah 13 x 5 = 65. Selanjutnya, apabila batas kelulusan 75 maka peserta didik ini dikategorikan belum
lulus.
Setelah skor tiap-tiap peserta didik diperoleh, langkah
selanjutnya adalah menghitung peserta didik yang telah lulus dan peserta didik yang
belum lulus, kemudian dibuat persentase, misal: sekitar 70 % peserta didik sudah
lulus dalam ujian “lari 100 meter”.
Batas kelulusan 75 dapat dipenuhi secara bertahap.
Misalkan, untuk tahun ini batas kelulusan ditetapkan 65, harus ada usaha untuk
menaikkan batas kelulusan dari tahun ke tahun sehingga mencapai angka 75.
C. Analisis Hasil Penilaian
Penilaian yang diselenggarakan oleh pendidik
mempunyai banyak kegunaan, baik bagi peserta didik, satuan pendidikan, ataupun
bagi pendidik sendiri. Secara rinci dapat dijelaskan manfaat penilaian, yaitu:
1.
mengetahui tingkat ketercapaian Standar Kompetensi yang sudah dijabarkan ke
Kompetensi Dasar.
2.
mengetahui pertumbuhan dan perkembangan kemampuan peserta didik.
3. mendiagnosis kesulitan belajar peserta
didik.
4. mendorong peserta didik belajar/berlatih.
5. mendorong pendidik untuk mengajar dan
mendidik lebih baik.
6. mengetahui keberhasilan satuan pendidikan
dan mendorongnya untuk berkarya lebih terfokus dan terarah.
Untuk mendapatkan manfaat seperti yang
telah dijelaskan di atas maka perlu dilakukan analisis terhadap hasil tes/penilaian
yang telah dicapai oleh peserta didik. Caranya yaitu dengan membuat tabel
spesifikasi yang dapat menunjukkan kompetensi dasar, indikator, atau aspek
keterampilan mana yang belum dikuasai oleh peserta didik. Selanjutnya, aspek
keterampilan yang belum dikuasai itu dituliskan dalam kolom keterangan. Contoh analisis
hasil tes dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Contoh tabel analisis hasil
tes
Jenis Sekolah : Sekolah Menengah Atas (SMA)
Mata Pelajaran : Pendidikan Jasmani, Olah raga, dan
Kesehatan
Kelas/Semester : X/I
Jenis ujian : Ulangan Harian
Nama Peserta didik : Badar
Kompetensi Dasar
|
Jumlah butir yang diujikan
|
Jumlah butir yang betul
|
Persentase keber- hasilan
|
Penguasaan
|
Keterangan
|
1.1 Mempraktikkan
keterampilan bermain salah satu permainan dan olahraga beregu bola besar serta nilai kerjasama, kejujuran,
menghargai, semangat, dan percaya diri
|
20
|
12
|
60
|
BL*)
|
Menguasai aspek keteram- pilan dalam menendang bola
menggunakan kaki bagian dalam dan punggung kaki, tetapi belum menguasai aspek
keterampilan menendang bola menggunakan kaki bagian luar dengan teknik yang
benar.
|
*) BL = Belum Lulus
Berdasar
Tabel 2 di atas, tampak bahwa Badar sudah menguasai aspek keterampilan dalam menendang
bola menggunakan kaki bagian dalam dan punggung kaki, tetapi belum menguasai
aspek keterampilan menendang bola menggunakan kaki bagian luar dengan teknik
yang benar. Dengan demikian, guru mengetahui dengan persis aspek keterampilan
apa yang belum dikuasai oleh Badar. Berdasarkan hasil analisis inilah guru memberikan
bantuan untuk perbaikan prestasi belajarnya melalui program remedi. Hal yang
harus diperhatikan adalah peserta didik yang mengikuti remedi harus diberi
bantuan/layanan untuk memperbaiki penguasaan aspek keterampilan yang belum
dikuasainya. Tidak hanya diuji ulang, tetapi juga harus berlatih kembali untuk
dapat mencapai kompetensi psikomotor yang ditetapkan.
D. Laporan Hasil Penilaian
Hasil belajar peserta didik mencakup tiga ranah, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu laporan hasil belajar peserta
didik juga harus mencakup ketiga ranah tersebut. Informasi ranah afektif dapat diperoleh
melalui kuesioner atau pengamatan yang sistematik. Informasi ranah kognitif dan psikomotor
diperoleh dari sistem penilaian yang digunakan untuk mata pelajaran, sesuai
dengan tuntutan kompetensi dasar. Jadi tidak semua mata pelajaran memiliki nilai
untuk ranah psikomotor.
Hasil belajar ranah kognitif, psikomotor, dan afektif tidak
dijumlahkan, karena dimensi yang diukur berbeda. Masing-masing dilaporkan
sendiri-sendiri dan memiliki makna yang sama penting. Ada peserta didik yang
memiliki kemampuan kognitif tinggi, kemampuan psikomotor cukup, dan memiliki
minat belajar yang cukup. Namun ada peserta didik lain yang memiliki kemampuan
kognitif cukup, kemampuan psikomotor tinggi. Bila skor kemampuan kedua peserta
didik ini dijumlahkan, bisa terjadi skornya sama, sehingga kemampuan kedua
orang ini tampak sama walau sebenarnya
karakteristik kemampuan mereka berbeda. Selain itu, ada informasi penting yang
hilang, yaitu karakteristik spesifik kemampuan masing-masing individu.
Di dunia ini ada orang yang kemampuan berpikirnya tinggi,
tetapi kemampuan psikomotornya rendah. Agar sukses, orang ini harus bekerja
pada bidang pekerjaan yang membutuhkan kemampuan berpikir tinggi dan tidak
dituntut harus melakukan kegiatan yang membutuhkan kemampuan psikomotor yang tinggi. Oleh karena
itu, laporan hasil belajar harus dinyatakan dalam tiga ranah tersebut. Laporan
hasil belajar peserta didik untuk setiap akhir semester berupa rapor yang
disampaikan kepada orang tua peserta didik. Untuk meningkatkan akuntabilitas satuan
pendidikan, hasil belajar peserta didik dilaporkan kepada dinas pendidikan, dan
sebaiknya juga dilaporkan ke masyarakat. Laporan ini dapat berupa laporan
perkembangan prestasi akademik sekolah yang ditempelkan di tempat pengumuman
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dave, R.H. (1967). Taxonomy of educational objectives and achievement testing. London: University of London Press.
Edwardes, HN. 1981. Bagaimana membantu orang belajar keterampilan.
Padang: FPTK – IKIP Padang.
Goetz, P.W.1981. The new encyclopedi
britanica. Vol. 10, 15th. ed. Chicago: William Benton Publisher.
Leighbody, G.B. 1968. Methods of
teaching shop and technical subjects.
New York: Delmar Publishing
Mills, H.R. 1977. Teaching and training.
London: The Macmillan Press, Ltd
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar
Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Ryan, D.C. 1980. Characteristics of
teacher. A Research study: Their
description, comparation, and appraisal. Washington, DC: American Council
of Education.
Singer,R.N. 1972. The psychomotor
domain: Movement behavior. London: Henry Kimton Publisher.
Tim Peneliti. (2002). Pola induk pengembangan sistem penilaian
hasil belajar berbasis kompetensi dasar siswa SMU. Draf laporan penelitian,
tidak diterbitkan, Pascasarjana UNY.
Zainul, Asmawi. 2001. Alternative
assessment. Jakarta: Proyek Universitas Terbuka